Rabu, 16 Juli 2025 07:10 WIB - Dilihat: 700
Palangka Raya – Seputarkalimantan.id
Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan instrumen penting dalam menyerap aspirasi masyarakat dan menyusun arah pembangunan daerah. Namun, jika tidak dikelola secara akuntabel dan transparan, mekanisme Pokir berpotensi menjadi celah korupsi.
Dr. Fredy Rikaltra, S.H., M.H., seorang praktisi hukum yang juga menjadi Tim Hukum Seputarkalimantan.id, memaparkan bahwa secara normatif, Pokir DPRD adalah hasil reses anggota dewan yang mengakomodasi usulan masyarakat, lalu diinput ke dalam Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) untuk diselaraskan dengan perencanaan dan penganggaran daerah. Namun, dalam praktiknya, banyak potensi penyimpangan yang bisa terjadi.
“Jika pelaksanaannya tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak sesuai aturan, Pokir bisa menjadi ladang penyalahgunaan wewenang, korupsi, hingga pemborosan anggaran,” tegas Fredy dalam pernyataan kepada Seputarkalimantan.id, Rabu (16/7/2025).
Beberapa bentuk pelanggaran hukum yang mungkin timbul dari mekanisme Pokir, lanjut Fredy, antara lain:
Penyalahgunaan wewenang oleh anggota dewan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu;
Korupsi, seperti mark-up anggaran atau proyek fiktif;
Konflik kepentingan antara anggota dewan dengan rekanan atau penyedia jasa;
Hingga ketidaksinkronan dengan perencanaan daerah yang bisa menghambat pencapaian pembangunan jangka menengah.
Menurut Fredy, dalam beberapa kasus yang pernah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), keterlibatan anggota DPRD dalam pengaturan pemenang proyek dan alokasi anggaran Pokir dapat dijerat dengan pasal-pasal penyalahgunaan jabatan, gratifikasi, dan suap sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Audit dan Peran Media
Meski di Kalimantan Tengah belum ada pengungkapan kasus korupsi yang berbasis Pokir, Fredy menyarankan agar aparat penegak hukum tetap melakukan audit preventif dan investigasi menyeluruh terhadap alokasi Pokir yang tidak melalui proses musyawarah atau partisipasi publik.
Ia juga menekankan bahwa media memiliki peran penting dalam mengawasi Pokir DPRD. Mengangkat isu ini, menurutnya, sah secara hukum dan merupakan bagian dari fungsi kontrol sosial pers, meskipun belum ada operasi tangkap tangan (OTT) ataupun penetapan tersangka.
“Informasi soal Pokir harus dibuka ke publik. Masyarakat berhak tahu dan ikut mengawasi. Ini bagian dari pencegahan korupsi,” ujarnya.
Seruan Etik dan Hukum
Sebagai penutup, Fredy menyampaikan pesan kepada semua pihak terutama lembaga legislatif, eksekutif, penegak hukum, dan masyarakat luas agar bersama-sama menjaga integritas Pokir DPRD agar tidak melenceng dari tujuannya sebagai sarana pembangunan berbasis aspirasi rakyat.
“Kunci utamanya adalah transparansi, partisipasi, dan penegakan hukum yang tegas,” pungkasnya.
(A1)