Jumat, 9 Mei 2025 09:28 WIB - Dilihat: 638
Mahkamah Konstitusi – Seputarkalimantan.id
Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Barito Utara 2024-2025 mengungkap fakta mencengangkan. Dugaan praktik politik uang bernilai miliaran rupiah mulai terbuka ke publik, seiring digelarnya sidang pembuktian di Gedung MK, Jakarta.
Sengketa ini diajukan oleh pasangan calon nomor urut 1, Gogo Purman Jaya dan Hendro Nakalelo. Mereka menggugat hasil PSU yang digelar pada 22 Maret 2025 di dua Tempat Pemungutan Suara (TPS): TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah, dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru.
Pengakuan Mencengangkan Saksi
Fakta mengejutkan muncul saat saksi pemohon, Santi Parida Dewi, memberikan keterangan. Ia mengaku menerima total Rp48 juta—masing-masing Rp16 juta untuk dirinya, suami, dan anaknya—untuk memilih pasangan Akhmad-Sastra. Uang itu diberikan secara bertahap, mulai dari Desember 2024, lalu Rp5 juta pada Februari 2025, dan Rp10 juta pada pertengahan Maret.
“Saya diberi secara langsung, dan itu bukan hanya saya. Ada juga tetangga-tetangga lain yang menerima jumlah serupa,” ujar Santi dalam persidangan.
Balas Tuding: Saksi Termohon Juga Akui Terima Uang
Namun tidak berhenti di situ. Pihak termohon juga menghadirkan saksi, Edy Rakhman, yang justru mengaku menerima Rp4,5 juta dari tim paslon Gogo-Hendro. Menurut pengakuannya, uang itu merupakan “panjar” dengan janji akan ditambah setelah pencoblosan.
“Uangnya dikasih langsung, katanya nanti nambah lagi kalau sudah selesai coblos,” kata Edy di hadapan panel hakim.
Pakar: Ini Bisa Jadi Rekor Terbesar Politik Uang
Mahkamah Konstitusi turut menghadirkan Aswanto, mantan hakim konstitusi dan pakar hukum tata negara, sebagai ahli. Dalam pandangannya, dugaan ini sangat serius. Ia menyebut praktik pembagian uang hingga belasan juta rupiah per suara tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak sendi demokrasi secara permanen.
“Kalau terbukti, ini bisa menjadi kasus politik uang terbesar dalam sejarah Pilkada di Indonesia. Demokrasi kita bisa benar-benar rusak kalau praktik seperti ini dibiarkan,” ujar Aswanto.
MK Lanjut ke Tahap Pembuktian
Setelah mendengar dalil permohonan dan jawaban, serta mendengarkan keterangan saksi, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk melanjutkan perkara ke tahap pembuktian. Kedua pihak diberikan kesempatan menghadirkan maksimal empat orang saksi atau ahli.
Proses ini akan menjadi penentu apakah dugaan politik uang itu benar-benar terjadi, dan apakah PSU di Barito Utara akan dibatalkan untuk kedua kalinya.
Editor: Redaksi Seputarkalimantan.id