Selasa, 3 Juni 2025 08:10 WIB - Dilihat: 596
PALANGKA RAYA – Seputarkalimantan.id
RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya tengah bergulat dengan utang raksasa. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap tunggakan kewajiban rumah sakit milik Pemprov Kalimantan Tengah ini mencapai Rp120 miliar—angka yang mengejutkan publik dan memunculkan tanda tanya besar: siapa yang bertanggung jawab?
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD Doris Sylvanus, Suyuti Syamsul, mengakui temuan tersebut. Setelah dipercaya memimpin rumah sakit ini, ia langsung dihadapkan pada warisan defisit yang dalam. Bersama tim manajemen baru, ia mulai menata ulang keuangan dengan cara mencicil utang. Namun sejauh ini, baru Rp6 miliar yang berhasil dibayarkan, dengan fokus utama pada kewajiban obat-obatan dan bahan medis habis pakai.
“Prioritas utama pembayaran diarahkan ke utang obat dan bahan medis habis pakai yang sebagian telah diselesaikan hingga Desember 2024,” kata Suyuti, Senin (2/6/2025).
Suyuti, yang juga menjabat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng, mengungkap bahwa sebagian besar pendapatan rumah sakit saat ini tersedot untuk membayar utang, menyebabkan perputaran kas tersendat. Meski begitu, ia menegaskan bahwa operasional rumah sakit tidak boleh terhenti karena tekanan keuangan.
Terkait isu tunggakan jasa layanan, Suyuti membantah kabar yang menyebut keterlambatan hingga tujuh bulan, namun mengakui adanya tunggakan lima bulan sejak November–Desember 2024. “Awal Mei ini tunggakan November sudah mau kita bayar. Selanjutnya Desember,” jelasnya.
Kendala lainnya, sistem pengelolaan RSUD Doris Sylvanus hingga kini masih bersifat manual, belum terdigitalisasi, dengan jumlah pegawai mencapai ribuan. Proses administrasi menjadi lambat dan rumit, memperburuk kondisi krisis.
Meski terus berupaya memulihkan kondisi keuangan melalui efisiensi, peningkatan pendapatan BPJS, dan pembenahan tata kelola, bayang-bayang krisis yang ditinggalkan manajemen lama belum sepenuhnya sirna.
Desakan Rakyat: Usut Tuntas!
Di tengah keprihatinan ini, suara publik mulai terdengar lantang. Sejumlah warga Palangka Raya meminta aparat penegak hukum turun tangan. Mereka menilai utang sebesar Rp120 miliar tidak mungkin terjadi tanpa adanya kelalaian, pembiaran, atau bahkan dugaan penyimpangan yang sistematis.
“Kalau itu rumah sakit swasta mungkin beda cerita, tapi ini RS pemerintah, pakai uang rakyat. Harusnya manajemen lama dimintai pertanggungjawaban. Jangan cuma dibiarkan begitu saja,” ujar Fai (38), warga Kelurahan Palangka.
Desakan ini semakin kuat karena tidak adanya penjelasan terbuka dari manajemen lama. Masyarakat menuntut transparansi—bukan hanya soal nominal utang, tapi juga siapa yang menandatangani pengadaan, bagaimana proses pengambilan keputusan, dan apakah prosedur telah sesuai aturan.
Langkah penyelamatan memang sudah dimulai. Tapi publik menuntut lebih dari sekadar perbaikan internal. Mereka ingin kejelasan, keadilan, dan jika ada pelanggaran hukum, maka harus ada proses hukum.
Pertanyaannya kini bukan hanya apakah RSUD Doris bisa pulih, tapi juga apakah manajemen lama bersih dari tanggung jawab? Penegak hukum ditunggu untuk menjawabnya.
(A1)