Penolakan Warga dan Tokoh Adat Gagalkan Rencana Transmigrasi Bantul ke Kalimantan Tengah

Kamis, 14 Agustus 2025 05:08 WIB - Dilihat: 70

IMG_20250814_170511

PALANGKA RAYA – Seputarkalimantan.id

Rencana pemberangkatan 10 kepala keluarga (KK) asal Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam program transmigrasi ke wilayah Kalimantan Tengah, batal terlaksana. Pembatalan ini menyusul adanya penolakan dari warga setempat di lokasi tujuan.

Dikutip dari jogja.jpnn.com, Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja, Perluasan Kesempatan Kerja, dan Transmigrasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul, Rumiyati, mengungkapkan pihaknya telah menerima arahan dari Kementerian terkait untuk membatalkan pengiriman tersebut.

“Saat ini kami baru mendapatkan kuota dan belum ada jadwal tetap pemberangkatan. Namun, karena penolakan dari warga di Kalimantan Tengah, rencana pemberangkatan yang sedianya dijadwalkan pada tahun 2025 ini harus dibatalkan,” ujarnya di Bantul, Selasa (12/8).

Meski batal berangkat, seluruh calon transmigran yang sebagian besar bekerja sebagai buruh harian lepas telah mengikuti pelatihan keterampilan. Disnakertrans Bantul kini menunggu arahan kementerian terkait lokasi alternatif program transmigrasi.

 

Tokoh Dayak Tegas Menolak Transmigrasi dari Luar Pulau

Penolakan warga terhadap rencana kedatangan transmigran dari Bantul selaras dengan sikap tokoh masyarakat adat di Kalimantan Tengah. Ketua Umum Perhimpunan Intelektual Dayak Indonesia (PIDI), Dr. Sontoe, Bj.H.D., S.Pd., M.Si, dalam pernyataan resmi pada Jumat (11/7/2025) menegaskan pihaknya menolak program Transmigrasi Nasional 2025–2029 yang mendatangkan penduduk dari luar Pulau Kalimantan.

Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi merusak tatanan sosial, memperparah ketimpangan penguasaan tanah, dan mengancam eksistensi masyarakat adat Dayak.

“Program transmigrasi ini jangan sampai menjadikan masyarakat Dayak sebagai penonton di tanahnya sendiri. Transmigrasi boleh saja dijalankan, tapi untuk masyarakat lokal, bukan dari luar pulau,” tegas Sontoe.

Ia menilai masyarakat Dayak hingga kini belum sepenuhnya diberdayakan oleh negara, sementara 80 persen hasil sumber daya alam Kalimantan Tengah justru disetor ke pusat.

“Negara harus adil dan membuka ruang partisipasi masyarakat lokal dalam penataan ruang, perencanaan pembangunan, hingga transmigrasi,” ujarnya.

PIDI mendorong pemerintah memprioritaskan transmigrasi lokal dan pembangunan desa untuk memberdayakan warga Dayak, sejalan dengan visi Gubernur Kalimantan Tengah dalam meningkatkan kemandirian masyarakat lokal.

“Kami tidak anti pembangunan. Tapi harus adil, manusiawi, dan menghormati hak masyarakat lokal. Kalau transmigrasi terus dipaksakan tanpa melibatkan kami, kami akan menolak sepenuhnya,” tutupnya.

 

(A1)

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini