Selasa, 20 Mei 2025 12:35 WIB - Dilihat: 342
Jakarta – Seputarkalimantan.id | Di balik layar media sosial, sebuah kejahatan keji tengah berlangsung. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri bersama Direktorat Siber Polda Metro Jaya saat ini sedang memburu para pelaku penyimpangan seksual yang bersembunyi dalam grup-grup menjijikkan di Facebook.
Beberapa grup seperti Grup Fantasi Sedarah dan Grup Suka Duka menjadi sorotan setelah diketahui memuat konten menyimpang, termasuk hubungan sedarah (incest), pornografi anak, hingga eksploitasi perempuan. Ironisnya, grup-grup ini memiliki ribuan anggota aktif, seolah menjadikan kekejian sebagai komunitas yang “biasa-biasa saja”.
Hasil pemantauan awal menunjukkan bahwa para pelaku terang-terangan mengunggah konten-konten terlarang yang jelas-jelas melanggar hukum dan norma kesusilaan.
“Kami sedang melakukan upaya penegakan hukum secara maksimal. Profil pelaku sudah kami identifikasi dan tim kami sedang melakukan pengejaran,” tegas Kabag Penum Divhumas Polri, Kombes Pol. Erdi A. Chaniago, Selasa (20/5/2025).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Polri tidak akan mentolerir penyebaran konten seksual menyimpang, terlebih jika melibatkan anak di bawah umur. Patroli siber akan terus digencarkan, dan setiap pelanggaran akan diburu hingga ke akar.
“Kami mengajak masyarakat untuk turut berperan aktif dalam menjaga ruang digital yang sehat dan aman,” tegas Kombes Erdi.
Ruang Maya Bukan Tempat Aman Bagi Predator Seksual
Kasus ini menyadarkan publik bahwa predator seksual kini tak hanya berkeliaran di dunia nyata, tetapi juga menyamar di balik layar gadget, berkedok komunitas, diskusi, bahkan “grup fantasi”. Facebook yang selama ini dikenal sebagai tempat berinteraksi sosial, nyatanya juga menjadi ladang subur bagi kejahatan bila tak diawasi.
Polri pun memastikan komitmennya untuk membersihkan ruang digital dari para pelaku menyimpang. Tidak ada toleransi. Tidak ada kompromi.
Catatan Redaksi:
Seputarkalimantan.id mengecam keras segala bentuk kekerasan dan penyimpangan seksual, terlebih yang melibatkan anak-anak. Ruang digital harus menjadi tempat yang aman, bukan tempat berlindung bagi pelaku kejahatan seksual. Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga ruang publik—baik nyata maupun maya—dari tangan-tangan bejat.
(A1)