Selasa, 24 Juni 2025 08:37 WIB - Dilihat: 433
Palangka Raya — Seputarkalimantan.id
Di bawah panas matahari yang belum sepenuhnya naik, sejumlah petugas berseragam khaki tampak menyisir pinggiran Jalan RTA Milono. Mulai dari Bundaran Kecil hingga ke arah Surung, pagi itu bukan sekadar soal bongkar lapak tapi tentang ruang kota yang selama ini dicekik oleh tumpukan papan, terpal, dan meja jualan yang berdiri di atas saluran air.
Senin (23/6/2025), Pemerintah Kota Palangka Raya melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menertibkan puluhan pedagang kaki lima (PKL) dan bangunan liar yang menutup fungsi drainase. Penertiban ini bukan datang tiba-tiba. Para pedagang telah lebih dulu diberi surat peringatan dengan tenggat waktu 7×24 jam untuk membongkar sendiri lapak mereka.
Sebagian besar memilih taat.
“Sekitar 70 persen pedagang sudah bongkar sendiri. Ini bukti bahwa kesadaran warga mulai tumbuh. Kami sangat mengapresiasi itu,” kata Berlianto, Kepala Satpol PP Kota Palangka Raya, di lokasi.
Namun, masih ada lapak yang berdiri, seakan belum rela angkat kaki dari jalur air kota. Untuk itu, petugas pun turun tangan langsung. Tak dengan amarah, tapi dengan ketegasan yang dituntut demi fungsi drainase yang selama ini kerap diabaikan.
“Drainase ini bukan ruang kosong. Ini infrastruktur vital yang dibangun dari pajak rakyat. Jika kita biarkan tertutup, bersiaplah banjir datang setiap musim hujan,” tegas Berlianto.
Penertiban ini bukan semata-mata soal estetika. Kota yang sehat butuh saluran yang bersih. Jalan yang rapi. Dan ruang publik yang berfungsi sebagaimana mestinya. Apa artinya pembangunan jika saluran air dipakai untuk jualan dan trotoar disulap jadi pasar dadakan?
“Kami tidak melarang berdagang, tapi mari bersama-sama menjaga keseimbangan. Kota ini milik bersama. Jika dibiarkan semrawut, semua akan merugi,” ujarnya.
Berlianto juga mengajak masyarakat untuk ikut menjaga kebersihan dan ketertiban. Ia menyebut bahwa penataan bukan untuk menekan, tapi untuk menghidupkan kembali kota agar bisa bernapas lega bebas dari genangan, tumpukan sampah, dan kesemrawutan yang kerap dianggap wajar.
“Penertiban ini bukan akhir. Ini awal dari wajah kota yang lebih bersih, tertib, dan nyaman. Mari kita jadikan Palangka Raya kota yang bukan cuma indah di spanduk, tapi juga nyata di jalan-jalan,” tutupnya.
(A1/Mc)