Rabu, 3 September 2025 11:26 WIB - Dilihat: 912
Palangka Raya – Seputarkalimantan.id
Polemik pemberhentian Ketua RT 07/RW XXV Kelurahan Palangka, Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya, terus bergulir. Gede, SE, yang diberhentikan dari jabatannya, menyebut dirinya difitnah dan menjadi korban rekayasa surat. Bahkan, ia resmi melaporkan Lurah Palangka, Dawid, ke Polda Kalimantan Tengah atas dugaan penyalahgunaan wewenang, pencemaran nama baik, dan fitnah.
Penjelasan Panjang dari Pa Gede
Kepada Seputarkalimantan.id, Selasa (2/9/2025) via sambungan telepon, Gede menjelaskan kronologi awal masalah. Menurutnya, kisruh bermula dari sengketa lahan yang digarap seorang warga bernama “Y”.
“Awalnya Y menggarap lahan, lalu U menolak dengan alasan lahan itu milik mereka. Saat mediasi di kelurahan, lahirlah SPPT atas nama U. Pihak Y bersama yayasan kemudian melapor ke Polresta Palangka Raya. Penyidik mempertanyakan kenapa SPPT terbit padahal lahannya masih bermasalah,” ujar Gede.
Gede mengaku menyarankan agar SPPT tersebut dicabut demi menghindari adanya tersangka baru, termasuk Ketua RT sebelumnya. “Akhirnya SPPT atas nama U dicabut. Artinya masalah administrasi selesai, tapi lahan itu tetap bermasalah karena tidak ada putusan pengadilan,” ucapnya.
Ia menduga ada kongkalikong antara lurah dengan yayasan. “Saya menolak menandatangani dokumen terkait lahan itu tanpa keputusan hukum pengadilan. Mungkin karena itu lurah marah, lalu dibuatlah surat teguran pertama dan kedua untuk saya. Padahal, dalam surat jawaban saya, jelas saya minta agar salah satu pihak menggugat ke pengadilan negeri supaya ada kepastian hukum,” jelas Gede.
Lebih lanjut, Gede menuding ada pemalsuan tanda tangan dalam surat dukungan pemberhentiannya. “Ada 27 orang yang memberi tanda tangan, tapi mereka bukan warga saya, dan banyak tanda tangannya diduga palsu. Dasarnya itu yang dipakai lurah untuk menuduh saya arogan dan tidak melayani masyarakat. Padahal warga yang memilih saya justru membela saya,” tegasnya.
Gede juga mempertanyakan legalitas surat pemberhentian dirinya. “Saat pengangkatan saya sebagai RT, SK hanya ditandatangani lurah. Tapi kenapa saat pemberhentian, ada tanda tangan camat? Itu yang menurut saya aneh,” katanya.
Akibat pemberhentian itu, warga kini disebut kesulitan mendapat pelayanan administrasi. “Plt RT yang ditunjuk adalah Ketua RW, tapi beliau sudah sepuh, usia 70-an tahun, dan berdomisili di Surabaya. Praktis pelayanan tidak berjalan. Warga jadi bingung, sering masih datang ke saya, tapi saya tolak karena saya bukan RT lagi,” ungkap Gede.
Tanggapan Lurah Palangka
Menanggapi hal tersebut, Lurah Palangka, Dawid, membantah tudingan sepihak.
“Pemberhentian Saudara Gede sudah melalui prosedur panjang, teguran lisan, tertulis, dan hasil evaluasi kinerja. Agar pelayanan tetap berjalan, kami menunjuk Ketua RW XXV, H.U.P, sebagai Pelaksana Tugas sementara,” jelas Dawid.
Ia menegaskan keputusannya bisa dipertanggungjawabkan. “Saya tidak sembarangan atau sewenang-wenang memberhentikan RT, semua ada dasarnya,” tegasnya.
Sikap Camat Jekan Raya
Camat Jekan Raya, Untung Sutrisno, menyatakan langkah yang diambil lurah sudah sesuai mekanisme.
“RT dipilih masyarakat dan di-SK-kan oleh lurah dengan diketahui oleh camat. Jika ada laporan masyarakat dan RT dinilai tidak maksimal, maka dilakukan pembinaan. Bila tidak ada perubahan, lurah bisa memberhentikan RT dan menunjuk Plt sambil menunggu pemilihan baru,” terangnya Rabu (3/9)
Ia menambahkan, “Sesuai laporan dan berkas dari kelurahan, semua proses sudah berjalan, sehingga lurah memutuskan memberhentikan yang bersangkutan dan menunjuk Ketua RW sebagai Plt sambil mempersiapkan pemilihan jika keadaan sudah memungkinkan.”
Laporan Polisi
Gede sendiri telah menempuh jalur hukum. Pada 7 Agustus 2025, ia melayangkan laporan ke Polda Kalimantan Tengah berupa pengaduan masyarakat (Dumas). Laporan itu menuding lurah melakukan penyalahgunaan wewenang, pencemaran nama baik, dan fitnah.
Warga Terjebak Kekosongan Pelayanan
Di lapangan, warga RT 07/RW XXV mengaku kesulitan mengurus administrasi sejak pemberhentian Gede. Kondisi ini menimbulkan kebingungan karena Plt RT yang ditunjuk tidak berdomisili di wilayah tersebut.
Kasus ini pun menyisakan tanda tanya besar: apakah pemberhentian murni karena kinerja RT yang dinilai buruk, atau justru ada kepentingan di balik persoalan lahan yang memicu konflik? Jawaban sesungguhnya kini ditunggu dari proses hukum di kepolisian.
(A1)