Kamis, 24 April 2025 12:55 WIB - Dilihat: 399
Palangka Raya – Seputarkalimantan.id
Isu dugaan ijazah palsu kembali menyeruak ke permukaan, menimbulkan kekhawatiran publik terhadap integritas sejumlah tokoh publik dan pejabat di Indonesia. Kompas.com melaporkan sejumlah kasus yang kini tengah dalam sorotan, menunjukkan bahwa praktik pemalsuan ijazah bukanlah isapan jempol semata.
Fenomena ini menjadi perhatian serius karena menyangkut kredibilitas para pejabat yang seharusnya menjadi panutan masyarakat. Terlebih, ijazah kerap dijadikan tolak ukur kompetensi seseorang untuk menduduki posisi strategis di pemerintahan maupun lembaga publik lainnya.
Di Kalimantan Tengah, isu ini mendapat respons dari tokoh pers senior, Hartany Soekarno. Ia menilai bahwa kasus seperti ini bukan hanya persoalan pribadi, melainkan menyangkut marwah kepemimpinan dan kepercayaan publik.
“Terkait maraknya ijazah diduga palsu, tentu akan lain nuansanya ketika hal itu terjadi kepada pejabat tinggi, pejabat publik, dan politikus. Sangat wajar pula jika publik persoalkan keaslian ijazah si figur publik itu. Sebab publik figur adalah sosok pemimpin yang digugu dan jadi panutan yang terhormat,” ujar Hartany kepada Seputarkalimantan.id.
Ia mengungkap bahwa di Kalimantan Tengah sendiri, isu serupa pernah mencuat. “Aroma busuk dugaan penggunaan ijazah palsu juga pernah menyeruak di kalangan pejabat publik di Kalteng. Dugaan itu terjadi di tingkat kepala daerah, eksekutif, dan legislatif,” ujarnya.
Hartany menyoroti adanya keterlibatan atau setidaknya kelalaian lembaga pendidikan dalam praktik tersebut. “Adanya dugaan penggunaan ijazah palsu tentu tidak bisa terpisah terhadap keberadaan lembaga pendidikan seperti universitas dan akademi,” tambahnya.
Ia mengkritik tren di kalangan pejabat yang menggunakan gelar akademik untuk mendongkrak status sosial, namun diperoleh dengan cara yang tidak sah. “Sayangnya, justru cara mereka meraih predikat itu tidak sesuai dengan kaidah baku sebagai mahasiswa pada umumnya yang berlaku standar di lembaga pendidikan tempat dia dapat ijazah itu.”
Untuk itu, ia mendesak pengawasan lebih ketat dari Kementerian Pendidikan, terutama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. “Harus dilakukan secara berkala dan senyap, agar praktik dugaan terjadinya ‘jualan’ ijazah aspal bisa diberantas dan ditiadakan,” pungkasnya.
Sementara itu, masyarakat di Kalimantan Tengah diimbau untuk lebih kritis terhadap latar belakang pendidikan para calon pemimpin, terutama menjelang tahun politik, agar integritas dan kompetensi tetap menjadi acuan utama dalam memilih figur publik.
(A1)