Jumat, 11 Juli 2025 10:06 WIB - Dilihat: 37
Palangka Raya – Seputarkalimantan.id
Di tengah serbuan layar dan notifikasi tak berkesudahan, 50 pelajar dari berbagai SMP dan SMA di Kota Palangka Raya memilih jalan sunyi: membaca, merenung, dan menulis. Kamis (10/7/2025), Aula Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispursip) Kota Palangka Raya menjadi saksi digelarnya Lomba Resensi Buku Tingkat SMP/SMA Sederajat Tahun 2025.
Bukan sekadar lomba. Ini adalah panggung kecil bagi perlawanan besar terhadap budaya instan dan dangkalnya literasi zaman kini.
Acara dibuka secara resmi oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Kota Palangka Raya, Andjar Hari Purnomo, yang hadir membacakan sambutan Wali Kota Palangka Raya. Dalam pesannya, Wali Kota menegaskan bahwa budaya membaca adalah benteng terakhir generasi muda dari gelombang disinformasi dan krisis pemahaman.
“Literasi hari ini tidak hanya soal membaca dan menulis. Ini tentang bagaimana kita mampu memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi secara kritis,” ucap Andjar penuh penekanan.
Ia menyebut bahwa dari lembar demi lembar buku, karakter terbentuk. Nalar diasah. Imajinasi dibebaskan. Anak-anak bangsa dilatih untuk berpikir tidak hanya cepat, tetapi dalam dan jernih.
“Dengan membaca, kita belajar dari pengalaman orang lain, dari masa lalu, dan dari dunia yang tak selalu bisa kita capai dengan kaki, tetapi bisa kita jelajahi dengan akal dan nurani,” ujarnya.
Sebanyak 25 siswa SMP dan 25 siswa SMA turut ambil bagian dalam lomba ini, masing-masing datang membawa satu hal yang sama: keberanian untuk menuangkan pikiran dan sudut pandang mereka dalam bentuk resensi buku karya tulis yang menuntut pemahaman dan refleksi.
Andjar berharap lomba ini tak hanya melahirkan juara, tapi juga membentuk kebiasaan baru di kalangan generasi muda: menjadikan buku sebagai teman, bukan beban.
“Menang atau kalah bukanlah tujuan utama. Yang paling penting adalah bagaimana kegiatan ini menjadi ruang bagi kalian untuk mengasah kemampuan berpikir, menggali potensi, dan memperkuat semangat literasi dalam diri masing-masing,” tutupnya.
Di ruang itu, tak terdengar riuh gadget. Yang terdengar adalah suara sunyi para pemikir muda yang memilih berdialog dengan kata, alih-alih terjebak pada gambar bergerak tanpa makna.
(A1/Mc)