Polresta Palangka Raya Dipuji Tokoh Adat Dayak: Polisi Humanis yang Dijaga Doa Leluhur

Jumat, 20 Juni 2025 12:23 WIB - Dilihat: 566

IMG_20250620_121721

PALANGKA RAYA – Seputarkalimantan.id

Di tengah geliat Kota Palangka Raya yang semakin majemuk dan kompleks, suara penghargaan datang dari penjaga nilai-nilai adat tertinggi: Prof. Dr. Andrie Elia Embang, Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah. Ia bukan sekadar memuji, tapi menegaskan bahwa Polresta Palangka Raya telah menjadi pelindung masyarakat yang bukan hanya bersenjata hukum, tapi juga dihormati karena pendekatannya yang beradab dan menyentuh hati.

Menjelang Hari Bhayangkara ke-79, apresiasi ini terasa bukan sekadar formalitas. Sebab dalam sejarah panjang relasi masyarakat adat dan negara, pujian dari tokoh adat bukan sesuatu yang mudah atau murahan.

“Mereka menjaga harmoni, bukan hanya menegakkan hukum,” ujar Prof. Andrie, Kamis (19/6), sembari menyebut Polresta Palangka Raya sebagai contoh polisi modern yang tetap tahu cara mengetuk pintu rumah warga dengan sopan, bukan mendobraknya.

Ia menyinggung soal gaya kepemimpinan dan respons Polresta dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial secara persuasif dan dialogis. Dalam kacamata adat, itu lebih penting dari sekadar menangkap pelaku kejahatan.

“Dalam masyarakat Dayak, keamanan itu bukan hanya soal tidak ada kejahatan. Tapi tentang rasa tenteram, tentang kepercayaan antarmanusia, dan itu tidak bisa diciptakan dengan kekerasan. Harus dengan jiwa,” ungkapnya.

 

Antara Polisi, Budaya, dan Masa Depan Kalimantan Tengah

Pujian Prof. Andrie tak berhenti di situ. Ia bahkan menantang institusi Polri untuk terus bergerak dalam semangat reformasi menjadi institusi yang bukan hanya kuat, tapi juga dicintai.

“Polri harus jadi sahabat rakyat, bukan momok. Saya percaya, Polresta Palangka Raya sedang ke arah itu. Tinggal dijaga dan diperkuat,” katanya.

Pesan penting lain yang ditekankan adalah soal pendekatan budaya. Menurutnya, tugas Polri terutama di wilayah-wilayah yang masih memegang teguh adat tidak bisa disamakan dengan wilayah urban murni.

“Hormati budaya lokal. Jangan abaikan tokoh adat. Libatkan mereka saat masyarakat berselisih. Sebab di tanah Dayak, seringkali kata-kata damai dari damang lebih mujarab daripada vonis dari pengadilan,” tandasnya.

 

Apresiasi Bukan Sekadar Pujian

Di balik pernyataan itu, tersirat satu pesan penting: bahwa penghargaan dari Dewan Adat Dayak adalah bentuk legitimasi sosial. Dalam tatanan budaya Kalimantan Tengah, itu lebih bernilai daripada sekadar angka statistik kriminal yang menurun.

Prof. Andrie juga mengisyaratkan bahwa harapan masyarakat kini tak lagi hanya pada aparat yang tegas, tapi juga pada aparat yang punya empati, peka budaya, dan siap membangun kepercayaan.

“Kalau polisi dan masyarakat bisa saling percaya, kita tak butuh banyak penjagaan. Keamanan akan hadir dari kesadaran, bukan ketakutan,” pungkasnya.

 

Catatan Redaksi:

Apakah keamanan hanya soal angka kriminalitas yang menurun?

Ataukah soal kepercayaan yang tumbuh dari cara aparat menyapa warga dengan hormat, mendengar suara adat, dan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan?

 

Pujian dari Ketua Harian Dewan Adat Dayak kepada Polresta Palangka Raya memberi kita cermin:

Bahwa polisi yang benar-benar hadir bukan hanya yang berseragam dan bersenjata, tapi yang bisa merangkul dengan hati dan berjalan bersama rakyat dalam sunyi hutan, hiruk-pikuk kota, hingga sunyinya kegelisahan sosial.

(A1)

 

Sumber : Hms

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

error: Content is protected !!