Selasa, 13 Mei 2025 12:50 WIB - Dilihat: 439
Palangka Raya – Seputarkalimantan.id
Mantan Gubernur Kalimantan Tengah yang kini menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), menyuarakan keprihatinannya terhadap arah revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Melalui akun media sosialnya pada Selasa (13/5/2025), ia mengajak publik untuk memberikan perhatian serius dan masukan bermakna atas dua poin penting dalam revisi tersebut.
Pertama, ia menyoroti pergeseran kewenangan dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat pimpinan tinggi pratama—jabatan setara eselon II yang sangat strategis dalam struktur birokrasi. Dalam revisi yang diulas Harian Kompas hari ini, disebutkan bahwa kewenangan tersebut akan ditarik ke pusat, mengurangi otoritas Menteri/Kepala Lembaga maupun Kepala Daerah.
“Padahal, jabatan pimpinan tinggi pratama adalah ujung tombak implementasi kebijakan di lapangan. Penarikan kewenangan ini patut dikritisi agar tidak mematikan semangat otonomi daerah,” tulisnya.
Kedua, ia menyoroti rencana peleburan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) ke dalam Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Langkah ini menurutnya memerlukan kajian mendalam agar tidak mengganggu fungsi-fungsi strategis kepegawaian dan pengembangan sumber daya manusia aparatur negara.
“Berita ini menarik untuk didiskusikan secara terbuka, dengan semangat meaningful participation,” ujarnya, seraya mengajak masyarakat luas dan pemangku kepentingan untuk menyampaikan pandangan kritis terhadap arah revisi tersebut.
Ia menutup pernyataannya dengan kalimat reflektif:
“Kalau tidak kita, siapa lagi? Kalau tidak sekarang, kapan lagi?”
Tambahan Informasi: Apa yang Perlu Diketahui Publik
Revisi UU ASN merupakan bagian dari langkah reformasi birokrasi nasional yang tengah digodok pemerintah bersama DPR RI. Sejumlah pihak mengkritik langkah ini karena dikhawatirkan akan memusatkan kekuasaan dan mengaburkan prinsip meritokrasi.
Dalam catatan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN), perubahan signifikan terhadap tata kelola ASN berisiko melemahkan sistem pengawasan independen serta membuka celah politisasi birokrasi. Beberapa pakar kebijakan publik juga menyuarakan kekhawatiran bahwa peleburan lembaga seperti LAN dan BKN akan menciptakan tumpang tindih fungsi dan menggerus efisiensi.
DPD RI sebagai representasi daerah memiliki posisi strategis untuk mengawal isu ini, terlebih suara dari daerah kerap terpinggirkan dalam pembahasan kebijakan tingkat pusat. Pernyataan terbuka dari mantan Gubernur Kalteng ini menjadi sinyal bahwa diskursus seputar revisi UU ASN harus melibatkan lebih banyak aktor daerah dan masyarakat sipil.
(A1)
Sumber : FB Dr Agustin Terang Narang SH